November 17, 2011

Revisi UU Pemilu Dianggap Buang-buang Energi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi UU Pemilu semestinya didasari atas kekurangan sistem Pemilu sebelumnya. Bukan mengganti konstruksi sistem pemilu proporsional yang digunakan pada pemilu 2009.

Demikian dikatakan Sekretaris FPKB M Hanif Dhakiri menanggapi rencanya banyaknya pasal dalam UU Pemilu yang hendak direvisi.

"Dimana-mana, yang namanya revisi itu ya memperbaiki apa yg dianggap kurang. Bukan merobohkan bangunan lama diganti bangunan baru," katanya di DPR, Selasa (15/11/2011)

Perdebatan wacana soal pengecilan dapil, metode konversi suara dan parliamentary treshold (PT) pada dasarnya, ujar Hanif, masuk dalam wacana perubahan konstruksi sistem pemilu, bukan revisi. Maka, alangkah lebih baik bila tetap mengikuti aturan yang lama saja.

Hanif kemudian mengajak semua fraksi tidak memikirkan kepentingan partai masing-masing, melainkan menata agar sistem kepartaian dan pemilu itu bisa memenuhi asas keadilan, representasi dan proporsionalitas.

"Sistem pemilu itu instrumen persatuan nasional. Nggak boleh ada menang-menangan. Kalau menang-menangan itu sama artinya dengan hendak mengangkangi republik ini sendiri. Semua elemen punya kontribusi terhadap bangsa dan negara, karenanya memiliki hak yang sama juga untuk ikut mengatur negara", tandasnya.

"Beri kesempatan setidaknya tiga sampai empat kali pemilu, baru kita evaluasi. UU Pemilu sekarang sudah cukup mencerminkan asas keadilan, representasi dan proporsionalitas. Nggak perlu diubah banyak, buang energi dan biaya aja. Yg bolong aja kita tambal dan perbaiki," tegas Hanif Dakhiri. (tribunnews/yat)

No comments: